Pertanyaan:
Assalamu’alaikum ustadz
Saya pernah mengikuti sebuah pelatihan mengenai terapi menggunakan
Alquran namanya HSQ 368. Salah satu yang saya pahami dari pelatihan
tersebut adalah membaca 1 juz tertentu di dalam hati (tanpa mengeluarkan
suara dan tidak menggerakkan bibir) seminggu sekali selama 4 minggu
untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Misalny kalau ada penyakit yang
berkaitan dengan kepala, maka baca juz 1 berulang-ulang dengan metode
yang saya sebutkan sebelumnya.
Bagaimana hukumnya ustadz? bolehkah diamalkan?
Dari: Arizka Diskon
Jawaban:
Wa‘alaikumussalam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk membaca Alquran dengan cara membatin (di baca di hati) seperti yang Anda ceritakan. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sebagian perawi menambahkan:
Makna yataghanna:
Imam Nawawi mengatakan, “Makna hadis menurut Imam Syafi’i, ulama madzhab syafi’iyah, dan banyak ulama dari berbagai bidang ilmu, maknanya adalah memperbagus suaranya terhadap Alquran.” (Syarh Shahih Muslim, 6:78)
Kemudian makna tambahan: “Mengeraskannya”
Al-Khithobi mengatakan,
Keterangan di atas menunjukkan bahwa tidak boleh membaca Alquran di hati, tanpa ada gerakan bibir. Keterangan yang sama juga disampaikan oleh Imam Ibnu Baz. Dalam fatwanya, beliau menjelaskan,
“Berdzikir itu harus menggerakan lisan dan harus bersuara, minimal didengar oleh diri sendiri. Orang yang membaca di dalam hati (dalam bahasa arab) tidak dikatakan Qaari (membaca Alquran). Orang yang membaca tidak dapat dikatakan sedang berdzikir atau sedang membaca Al Quran kecuali dengan lisan. Minimal didengar dirinya sendiri. Kecuali jika ia bisu, maka ini ditoleransi.” (Kaset Nurun ‘alad Darb, http://www.ibnbaz.org.sa/mat/10456)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah juga pernah ditanya hal serupa, beliau menjawab, “Qira’ah itu harus dengan lisan. Jika seseorang membaca bacaan-bacaan shalat dengan hati saja, ini tidak dibolehkan. Demikian juga bacaan-bacaan yang lain, tidak boleh hanya dengan hati. Namun harus menggerakan lisan dan bibirnya, barulah disebut sebagai aqwal (perkataan). Dan tidak dapat dikatakan aqwal, jika tanpa lisan dan bergeraknya bibir.” (Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin, 13:156)
Jika demikian, praktik terapi Alquran yang Anda sebutkan sejatinya bukan membaca Alquran, bahkan termasuk pelanggaran terhadap hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana mungkin Alquran bisa berfungsi sebagai obat, sementara cara yang ditempuh menyelisihi syariat.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar